-Salam w.b.t.. :|
-credit to Google-
Saudaraku,
Mungkinkah orang yang banyak berdosa, mengesakan hati yang mengakui keagungan Allah swt? Banyak orang berfikir jawapannya, tidak. Mereka mengatakan, hanya orang soleh yang mampu memiliki hati yang menyimpan kebesaran dan keagungan Allah swt. Sementara orang yang berdosa bergelimang kemaksiatan, mereka termasuk kelompok orang yang tidak mendapat rahmat Allah, dan ini ertinya tidak ada pengakuan dalam hati mereka terhadap kebesaran dan keagungan Allah swt.
Saudaraku yang dikasihi Allah,
Dosa dan maksiat memang pasti memberi kesan pada orang yang melakukannya. ketaatan yang memberi pengaruh pada orang yang melakukannya. “Kebaikan itu menyinari wajah (nur), memberi cahaya dalam hati,membuka seluas rezeki, memberi kekuatan tubuh, menambah cinta di hati makhluk. Sedangkan keburukan dan dosa itu, memberi kelam di wajah, kegelapan di dalam kubur dan di dalam hati,melemahkan tubuh, menyempitkan rezeki dan memunculkan kebencian di hati makhluk.” Demikian ungkapan Ibnu Abbas RA.
Saudaraku,
Tapi Islam tetap selalu ingin memberi semangat pada orang yang sudah berdosa agar tidak pernah putus harapan dari rahmat Allah. Dosa dan kemaksiatan sebenarnya tidak menghalangi seseorang untuk tetap memiliki hati yang mengakui kebesaran dan keagungan Allah swt. Mungkin, kita meletakkan kaki di tempat yang tidak sesuai dengan keredhaan Allah swt. Tapi hati kita tetap memendam pengakuan tulus akan keagungan Allah swt. Ertinya, Allah swt meniupkan kebaikan dalam hati, meskipun secara lahir kita belum sesuai dengan situasi hati kita. Itulah sebabnya para ulama’ membahagi dua kategori kemaksiatan, iaitu kemaksiatan anggota tubuh yang disebut dzunuub al jawaarih, dan kemaksiatan hati yang disebut dzunuub al qalb. Walaupun keduanya tiada kaitan secara lahiriah, dan paling membahayakan adalah kemaksiatan hati berbanding kemaksiatan anggota tubuh.
Saudaraku,
Keadaan hati yang tetap mengagungkan Allah swt, adalah kedudukan yang membersihkan seseorang untuk kembali dari limbah kehinaan. Hati seperti inilah yang tetap menyuarakan keagungan dan kebesaran Allah swt sehingga menolong pemiliknya dari keadaan keruh dalam kemaksiatan. Kata hukama’ ada menyebut, “Barangsiapa yang di dalam hatinya tetap mengagungkan Allah swt, maka Allah swt akan menolongnya agar jasadnya juga mengagungkan Allah swt.”
Lihatlah peristiwa yang dialami seorang soleh bernama Basyar Al Hafi, tokoh ulama yang terkenal zuhud dan wara ’ Abu Na ’im dalam Hilyatu Al Auliya, menguraikan Basyar Al Hafi yang mengatakan, “Aku dahulu seorang yang tersesat dan tidak tahu arah. Suatu hari aku melihat sebuah kertas di atas jalan. Aku mengambil kertas itu dan kulihat di dalamnya tertera kalimat “Bismillahir Rahmaanir Rahiim ”. Aku bersihkan kertas itu dan aku masukkan ke dalam jubah. Saat itu aku hanya mempunyai wang dua dirham, tapi wang tu aku habiskan untuk membeli minyak wangi. Minyak wangi itu aku usap pada kertas yang kusimpan di dalam jubah. Malam harinya, aku bermimpi seseorang mengatakan padaku, “Wahai Basyar, engkau angkat Nama Kami dari jalanan. Engkau membuatnya harum. Maka Aku akan mengharumkan namamu di dunia dan di akhirat.”
Renungkanlah saudaraku, bagaimana pengagungan Allah swt yang ada di dalam hati Basyar Al Hafi.
-credit to Google-
Saudaraku,
Ada pula kisah pelaku dosa yang tiba-tiba jiwanya tersungkur merasakan keagungan Allah swt. Lihatlah perubahan besar yang dilakukan seorang bernama Fudhail bin Iyadh, yang kemudian menjadi salah satu ulama besar Islam di zamannya. Dahulunya, Fudhail adalah seorang perompak yang sangat ditakuti akan kekejamannya. Suatu ketika, ia merompak sebuah rumah sebelum waktu subuh. Bila sahaja dia menembusi tembok rumah, ia melihat seorang kakak tua membaca Al-Qur ’an. Mugkin ketika itu, Fudhail tetap dengan hasratnya untuk merompak, tapi bacaan Al-Qur ’an orang tua itu begitu membuat jiwanya luntur. Secara zahirnya, Fudhail sudah melakukan kejahatan. Tapi kali ini, kejahatan fizikalnya tidak mendominasi keburukan hatinya. Maka, ketika orang tua itu membacaan firman Allah swt,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)…” (Al Hadid :16).
Fudhail memandang ke langit, seraya berkata, “Ya Tuhanku, aku bertaubat kepadamu malam ini.” Saat itu juga ia turun,, lalu mandi dan pergi ke masjid menangis dalam taubatnya. Seperti itulah, bahawa ada banyak perilaku maksiat yang tidak membatasi kedudukan hati yang tetap mengagungkan Allah.
Saudaraku,
Kerana itu, nilai seseorang tidak serta merta jatuh karena ia melakukan dosa dan maksiat. Bahkan ketika seorang pezina direjam lalu mendapat cacian dan penghinaan dari sejumlah sahabat,
Rasulullah saw bersabda, “Jangan lakukan itu, dia telah bertaubat dengan taubat yang bila ditimbang dengan 70 orang penduduk Madinah nescaya taubatnya meliputi mereka semua.”
Dalam riwayat lain,, “Sesungguhnya taubatnya jika ditimbang dengan seluruh penduduk Madinah, nescaya akan meliputi mereka semua.”
Ertinya, penzina itu pun ternyata memiliki hati yang tetap mengagungkan Allah swt.
Hati seperti itulah yang membuatnya rela mendapat hukuman setimpal dengan perbuatannya.
Sekarang,tanyalah pada diri, sebesar mana keagungan Allah swt dalam hati kita? :D
Sumber: Tarbawi